REFERENSI TENTANG ULAT SUTRA
Pada awalnya, sutra merupakan produk
ekslusif Kekaisaran Cina atau Tiongkok. Sutra mulai dikenal di Cina sejak
sekitar tahun 2700 SM. Hanya bangsa Cina yang mengetahui rahasia pembuatan
sutra selama berabad-abad. Siapapun yang membocorkan cara pembuatan sutra akan
dibunuh sebagai seorang pengkhianat. Karena monopoli inilah yang membuat harga
sutra sangatlah mahal, bahkan sebanding dengan emas pada masa itu.
Lalu pada tahun 550 M, Kaisar Romawi
Timur atau Bizantium yang bernama Justinian I mengirim 2 biarawan yang menyamar
sebagai mata-mata ke negeri Cina. Mereka berhasil mengambil ulat sutra dari
negeri Cina dan mengetahui cara membuat sutra pada tahun 552 M. Sejak saat itu,
monopoli sutra bukan lagi milik Kekaisaran Cina.
Sejak saat itu, sutra dikembangkan
di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi dan menyebar ke seluruh dunia. Di
Indonesia, sutra mulai dikenal sejak abad kesepuluh. Kemudian pada tahun 1718,
bangsa Belanda membawa teknologi untuk budi daya sutra di Indonesia. Sejak saat
itulah, sutra mulai dikembangkan di Indonesia.
Sutera adalah serat yang diperoleh
dari sejenis serangga yang disebut lepidopterra. Serat sutera yang berbentuk
filament dihasilkan oleh larva ulat sutera waktu membentuk kepompong. Spesies
utama yang dipelihara untuk menghasilkan sutera adalah Bombyx Mori.
Pemeliharaan ulat sutera pertama ditemukan bangsa Cina sekitar 2600 SM setelah
3000 tahun baru ditemukan cara pengolahan sutera yang dicuri dari bangsa Cina
oleh bangsa Eropa. Sutera diperkenalkan Alexander The Great pada bangsa Eropa.
Industri sutera yang besar pertama kali didirikan di Eropa Tenggara yang secara
cepat menyebar ke daerah barat karena kekuasaan Muslim. Spanyol mulai
memproduksi sutera pada abad VIII. Sedangkan Italia pada sekitar abad XII dan
menjadi yang terdepan selama 500 tahun. Kemudian di abad XVI, Perancis menjadi
pesaing berat Italia dalam produksi kain sutera. Jepang merupakan negara
pertama penghasil sutera dalam jumlah yang besar dengan menggunakan metode
keilmuan dalam pengolahan ulat sutera pada peternakan maupun di pabrik. Adapun
negara lain yang menghasilkan sutera seperti Cina, Italia, Spanyol, Perancis,
Austria, Iran, Turki, Yunani, Syria, Bulgaria, dan Brasil.
Dalam industri kerajinan kain sutra
ada tiga tahapan produksi :
- Serikultur; meliputi penanaman pohon murbei, pemeliharaan ulat sutra, pemintalan kepompong ulat ( cocoon ) sampai menjadi benang sutra ( raw silk )
- Manufaktur; mencakup proses pengolahan benang sutra menjadi sehelai kain, melalui proses tenun, baik menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin ( ATBM )maupun menggunakan Alat Tenun Mesin ( ATM )
- Fashion; meliputi industri kerajinan batik, garmen ataupun untuk keperluan interior.
Secara garis besar keseluruhan
proses itu sebagai berikut :
1. Jenis pohon murbei yang biasa
ditanam petani adalah jenis Morus multicaulis dan Morus cathayana, jenis ini
daunnya besar - besar dan banyak. Jarak tanam antar pohon murbei ini berkisar
antara 0,5 meter sampai 1 meter, supaya unsur hara yang dibutuhkan pohon
tercukupi. Harus dihindari pemakaian atau tercemarinya daun murbei oleh
pestisida dan bahan kimia lainnya sebagai obat pembasmi hama, karena hal ini
akan meracuni ulat sehingga ulat akan mati.
2. Pemeliharaan ulat sutera ini dilakukan di dalam ruangan, dengan suhu optimal 20° C sampai 25° C. Ruangan pemeliharaan ulat sutera ini biasa disebut rumah ulat. Sebelum pemelilharaan ulat dimulai ruangan harus di disinfektan untuk mencegah tumbuhnya bakteri dalam ruangan dan rak pemeliharaan. Fase pemeliharaan ulat sutera dimulai dari proses penetasan telur dari box telur, dimana 1 box telur dapat berisi 20.000 telur. Satu box ulat ini harus disuplai oleh 1.000 pohon murbei. Proses dari ulat sampai dapat mengokon harus menempuh 5 stadia, stadia 1 - 3 dinamakan stadia ulat kecil dan stadia 4 - 5 dinamakan stadia ulat besar, proses ini memakan waktu 28 hari.
3. Proses ini dinamakan proses
reeling, dimulai dengan merebus kokon sampai dengan suhu 100° C. Tujuannya
adalah untuk menghilangkan zat serisin yang terdapat pada kokon sehingga
filamennya dapat dengan mudah ditarik. Proses reeling adalah menarik filamen
dari beberapa kokon hingga menjadi satu benang. Penentuan jumlah kokon
tergantung dari ukuran benang yang diinginkan ( denier ). Gabungan serat
filamen kokon inilah yang disebut benang sutera mentah ( raw silk ).
4. Proses ini dinamakan proses
pengelosan dan pemaletan. Benang pakan melewati proses pemaletan, sedangkan
benang lusi melewati proses pengelosan.
5. Proses penghanian, Merupakan proses pembuatan benang untuk lusi, dalam sebuah beam ( gulungan besar ). Dalam proses ini benang sutera yang telah dikelos ditarik dalam satu bum. Banyaknya jumlah benang dalam setiap bum tergantung lebar kain yang diinginkan, nomor sisir tenun yang akan digunakan dan besar kecilnya ukuran benang ( denier ).
6. Proses pencucu'an, Pencucu'an merupakan proses lanjutan dari penghanian. Tujuan proses ini yaitu memasukan benang - benang dari bum ke dalam gun dan sisir tenun. Gun maupun sisir tenun yang akan digunakan haruslah bebas dari karat, sehingga benang lusi tidak akan mudah putus.
7. Proses tenun,Merupakan proses
utama dalam seluruh rangkaian produksi. Proses ini merupakan proses final bagi
pembuatan kain sutera . Jenis benang yang digunakan pada proses ini adalah
benag lusi ( hasil hani ) dan benang pakan yang merupakan pemberi motif pada
kain sutera ikat. Dengan menggunakan mesin ATBM rata - rata tiap orang per hari
dapat memproduksi 3 meter kain.
8. Hasil akhir dari seluruh rangkain proses mulai dari menetasnya sebutir telur ulat sutra dengan diameter kurang dari 1 mm, melalui proses tenun menjadi berhelai-helai kain sutra yang indah dan mempunyai nilai seni tinggi.
TUGAS
PEMILIHAN BAHAN BAKU BUSANA
Disusun oleh :
Nama : Rinawati
No :
Kelas : X BB 2
SMK NEGERI 1 MONDOKAN
SRAGEN
TAHUN 2015/2016